Kamis, 16 Juli 2009

Kamis, 16/07/09

Hari Minggu saya bangun pukul 9.00. Menghidupkan komputer dan menyaksikan The Apprentice Celebrity musim kedua. Tiba-tiba sudah jam 2, saya keluar sebentar cari makan. Kemudian jam 4 teman saya Riski mengajak jalan ke Pekan Raya Jakarta.

Ternyata PRJ sudah disesaki makhluk modern yang bernama manusia-manusia ibukota. Terlintas di kepala seandainya PRJ dibom maka populasi Jakarta akan berkurang 50%. Saya rasa ini merupakan solusi efektif mengatasi jumlah penduduk ibukota yang sudah membengkak. Memang dibutuhkan pemimpin yang revolusioner untuk melakukan perubahan radikal seperti ini. Jika di pemilihan gubernur yang akan datang ada kandidat yang mengkampanyekan program ini, 100% pilihan saya akan jatuh kepadanya.

Kembali ke PRJ, sekarang saya terjebak di depan sebuah keranjang pakaian yang dilabeli diskon 50% diantara ratusan orang yang mengalami kegilaan sementara. Kacau sekali, segera saya menyingkir dari situ. Teman saya Riski terus menjelajahi hall-hall yang ada di sana, entah apa yang dicarinya. Kemudian saya merasa muak dengan keramaian yang tidak masuk akal ini. Saya biarkan Riski sendiri berputar-putar entah di mana. Jam 20.00 saya dan Riski duduk di foodcourt. Saya menenteng tas plastik yang berisi satu celana khaki M2000, Riski menenteng tas plastik yang saya tidak tertarik dengan isinya. Setelah itu kami makan sambil membahas mana yang lebih baik antara PRJ tahun ini dan tahun lalu, dan menurut saya tak ada perbedaan yang signifikan. Beberapa saat kemudian kami berada diantara lautan manusia menyaksikan Ungu yang membawakan beberapa lagu seperti; Hati Hampa, dan lain-lain. Kemudian ada pertunjukan kembang api. Kemudian kami pulang.

--------------------------------------------------------

Hari Senin. Saya tidak begitu ingat apa yang terjadi di hari Senin. Semua terlihat kabur dan samar-samar. Mungkin saya bangun tidur jam 6 pagi, atau mungkin saya tidak bangun sama sekali. Mungkin saya ke kampus sebentar untuk mengisi absensi. Mungkin saya mengunjungi beberapa teman dan mengumpulkan bahan skripsi. Entahlah, saya tak begitu yakin. Ini efek dari menonton konser Ungu.

--------------------------------------------------------

Hari Selasa, saya benci-benci cinta dengan Selasa.

Benci karena sopir taksi yang membawa saya ke bandara Soekarno-Hatta seperti orang yang baru sekali datang ke Jakarta. Saya minta dia mengantarkan saya ke Cengkareng melalui Serpong kemudian masuk dari belakang bandara. Hal ini untuk mempersingkat waktu karena saya khawatir tidak dapat mengejar pesawat jam 11. Tetapi yang ternta terjadi adalah taksinya melewati Serpong, kemdian Tangerang, kemudian jalanan yang bolong-bolong, kemudian areal persawahan, kemudian areal gudang, kemudian areal perumahan, dan tiba-tiba kami sudah berada di daerah Kapuk melintasi gapura Bali. Ya, ternyata sopirnya memutar dan tetap memasuki bandara dari depan. Saya tiba di bandara jam 10.45.

Benci karena hal yang selanjutnya terjadi adalah saya mengiba-ngiba di depan petugas check-in untuk mengijinkan saya check-in. Kemudian saya diusir. Kemudian saya mengiba-ngiba di depan petugas ticketing. Kemudian petugas ticketing menatap dengan raut wajah bosan dan pandangan kosong. Kemudian penerbangan saya dipindah ke 12.30. Kemudian saya diharuskan membayar lagi Rp 153.000. Kampret!!! Sopir taksi kampret! Kemudian saya mendengar panggilan checkin yang terakhir untuk penerbangan saya yang semula yang jam 11.00. Berarti seharusnya tadi saya masih bisa check-in. Kampret!!! Petugas check-in dan ticketing kampret. Tapi saya sudah terlalu capek untuk protes dan menciptakan drama di bandara. Toh bapak-bapak yang tadi di sebelah saya dan ternyata terlambat juga dan berteriak-teriak di depan petugas ticketing dengan sekuat tenaga dan air liur yang menyembur-nyembur tetap tidak mendapatkan apa-apa. Jadi saya tinggalkan loket tiket dan pergi makan siang.

Benci karena di atas pesawat saya duduk di sebelah pintu darurat dan seorang pramugari duduk di seberang saya. Pesawat mulai bergerak dan, mungkin karena melihat muka saya yang pucat dengan mulut komat-kamit, pramugari itu mengucapkan beberapa kalimat seperti;
"Baru pertama naik pesawat?"
"Kalau takut jangan melihat ke jendela"
"Sebelumnya pernah mengalami kecelakaan?"
"Atau saya pindahkan saja Bapak ke kursi yang lain?"

Yang membuat saya cinta dengan Selasa adalah hari ini saya pulang ke Medan. Bertemu lagi dengan ibu dan bapak tercinta. Bertemu dengan abang-abang dan kakak-kakak. Bertemu dengan keponakan berusia 11 bulan yang bernama Raihan dan langsung nempel begitu melihat saya karena dikiranya saya bapaknya (tetapi ketika abang saya (bapaknya yang asli) datang, dia membuang muka ketika akan saya gendong). Bertemu dengan nenek saya yang berusia 90 tahun lebih dan saat ini sedang sakit karena terjatuh di parit depan rumah beberapa waktu lalu. Kaki kirinya patah dan dokter tidak bisa berbuat banyak karena kasus patah tulang pada lansia susah untuk diobati. Sekarang nenek saya tidak bisa berjalan lagi, hanya bisa ngesot sambil mengaduh-aduh. Saya merasa kasihan tapi tidak mampu berbuat apa-apa.

Senin, 13 Juli 2009

Senin, 13/07/09

Hari Sabtu saya bangun jam 5.30 dan pergi ke Cikini jam 6.30. Ada apa di Cikini? Begini ceritanya;

Karena saya bosan di kosan dan sepertinya tidak satupun teman yang rela saya ganggu acara weekendnya, maka saya pun mencari-cari kegiatan untuk mengisi Sabtu ini. Saya menemukan situs ini yang mengadakan acara rutin bulanan Wiken Tanpa ke Mal, sebuah acara mulia yang dirancang untuk memberi alternatif masyarakat ibukota yang bosan dengan kegiatan menghabiskan akhir pekan di mall. Bulan lalu mereka mengadakan acara di Ragunan, dan bulan ini kegiatan dilakukan di Cikini dengan judul Acik di Cikini.

Acik di Cikini

Acik. di. Cikini.

Seandainya panitia lebih kreatif, mereka bisa membuat judul yang lebih eye catchy dan mengundang;

Bikini di Cikini

Baiklah, mungkin bikini terlalu vulgar untuk masyarakat Indonesia yang memegang teguh adat ketimuran (keluarga Azhari tidak dihitung). Tapi bisa juga seperti ini;

Banci di Cikini

Nyuci di Cikini

Apapun selain Acik di Cikini, karena kata "acik" terlalu dipaksakan dan terdengar seperti sebuah kata yang dilontarkan oleh remaja tanggung, sangat kontras dengan kenyataan bahwa panitianya sudah tua-tua.

Seharusnya saya sudah tau dari semula bahwa dengan judul senorak ini saya tidak dapat berharap banyak, tetapi saya selalu berusaha berpikiran positif. Jadwal di situs mengatakan acara dimulai jam 7.30, saya sampai di Gedung Juang 45 jam 8.00 dengan perasaan malu karena terlambat. Ternyata tidak perlu malu karena acara baru dimulai jam 9.00, yang menurut saya sangat tidak bisa ditolerir karena terlambatnya orang Indonesia yang bisa dimaklumi adalah 30 menit.

Untuk merangkum kegiatan yang kami lakukan selama di Cikini akan saya kutip kalimat pada situs Wiken Tanpa ke Mall;

"bermain, berkreasi, sambil berekreasi menyusuri rute mulai dari Gedung Joang '45 - Kantor Pos Cikini - Toko Roti Tan Ek Tjoan - Toko Roti Maisson Benny sampai ke Planetarium. Tentunya dengan beragam kegiatan yang akan menambah wawasan, mulai dari pukul delapan pagi sampai pukul satu siang".

Hilangkan semua kata sebelum kata "menyusuri..." dan hilangkan semua kata setelah kata "...Planetarium", maka seluruh kegiatan dapat disimpulkan dengan sebuah kata "sangat membosankan, lebih membosankan dari mendengar kotbah jumat". Baiklah, itu lebih dari satu kata, tetapi Anda mengerti maksud saya.

Saya tidak merasa acik di Cikini. Saya merasa ingin harakiri di Cikini.

Saya tidak akan terlalu nyinyir dan melakukan hujatan yang berlebihan lagi kepada panitia. Bagi sebagian peserta mungkin kegiatan menyusuri jalan di Cikini ini sangat menyenangkan. Tapi bagi saya yang kebetulan punya teman yang kos di sana dan sudah beberapa kali bolak-balik Gedung Juang 45 - Taman Ismail Marzuki, sama sekali tidak ada hal baru yang saya temukan. Tetapi Palnetariumnya merupakan pengalaman pertama saya. Menyenangkan sekali tidur selama setengah jam didalamnya. Pada sisi positif, saya dimasukkan ke dalam satu grup dengan sebuah keluarga yang sangat baik. Mereka membawa 2 anak kecil yang cukup menggemaskan.



Selepas harakiri di cikini, saya memutuskan untuk mengunjungi Bear yang kos di daerah Kramat. Di kosan Bear sudah ada Acun dan Budi yang katanya ingin mencoba es krim Ragusa. Jadi kami meluncur ke Ragusa di Jl. Veteran (di sebelah Istiqlal). Bear memesan spaghetti ice cream, Acun strawberry, Budi coup de noussan, saya tuti frutti, Bear masih merasa kurang dan memesan banana split.


Acun, Budi, dan Bear di Ragusa

Sekarang jam 3.30 dan kami merasa ingin melakukan ice skating. Jadi kami (minus Budi yang harus pulang) melaju ke Mal Taman Anggrek. Ini adalah pengalaman pertama saya ice skating, dan bisa dibilang cukup sukses. Pertama saya masih takut-takut dan selalu berpegangan pada kayu di pinggir ring. Acun bilang kalau takut jatuh tidak akan pernah bisa meluncur, yang penting kaki tidak boleh kaku dan berjalan seperti biasa (tidak manjur karena saya terpeleset berkali-kali). Setelah setengah jam akhirnya saya menemukan cara saya sendiri untuk meluncur dan menjaga keseimbangan. Ternyata sangat menyenagkan walaupun gaya meluncur saya terlihat kaku.

Di sisi yang lain, Bear yang menyatakan sudah beberapa kali ice sakting ternyata masih belum bisa meluncur dan selalu terjatuh. Akhirnya Bear jatuh di tengah ring dan tidak bisa bangkit. Kejadian berikutnya adalah Acun meminta tolong orang lain untuk menyeret Bear keluar dari ring. Bayangkanlah seekor beruang seberat 125 kilogram harus diseret keluar dari ring ice skating. Saya pura-pura tidak kenal mereka.

Jam 7.30 perut kami terasa lapar dan memutuskan untuk makan di Beppu, restoran jepang yang menurut Acun terkenal dengan ramennya. Saya tidak ingat nama menu yang kami pesan tetapi kami bertiga memesan tiga porsi ramen dengan jenis yang berebda, tiga porsi teh ochi, ditambah Bear memesan satu porsi sushi . Total harga yang harus kami bayar dikurang discount dari kartu kredit Acun adalah Rp 183.000. Harga yang tidak sesuai dengan rasa, ramennya tidak enak.


Bear dan saya di Beppu



Saya mencoba berpose ala iklan Indomie

Setelah mengisi perut kami melewati gerai Point Break yang sedang ada discount. Saya membeli satu kaos Billabong putih vintage dengan gambar totem, satu kaos Quicksilver warna hijau tua polos dan satu kaos Quicksilver putih dengan tulisan "Foundations in Radness". Bear membeli satu buah dompet Billabong. Acun tidak membeli apa-apa.





Jam 9.15 kami memutuskan bahwa tubuh kami telah letih. Pulang dari Taman Anggrek menggunakan taksi. Kemudian saya diturunkan di halte busway Harmoni karena Bear dan Acun kosannya berada di daerah Senen. Jam 9.30 saya mengantri di halte busway selama 20 menit (Abaikan kenyataan bahwa selama 20 menit itu ada satu rombongan orang udik yang mengantri di belakang saya, dan ada satu perempuan yang selalu latah ketika ketika diganggu teman-temannya. Abaikan fakta bahwa suara latahan perempuan tersebut dan suara tawa teman-temannya sangat lantang dan menyebabkan polusi suara). Jam 11 saya tiba di kosan dan terkapar kecapekan.

Minggu, 12/07/09

Masih di hari Jumat. Selepas dari mesjid, saya merasa sekarang saatnya untuk bersenang-senang dan bersantai menikmati hidup. Bukan karena beberapa hari sebelumnya saya tertekan oleh tenggat outline skripsi, tetapi karena bersenang-senang dalam kamus saya artinya jalan dengan teman-teman. Dan saya suka bercanda dengan mereka, menertawakan kebodohan mereka. Sebentar. Sepertinya saya yang lebih sering ditertawakan mereka.

Saya mengirimkan sms ke Roid mengajaknya jalan-jalan menikmati weekend. Berikut ini petikan sms antara Roid dan saya;

Saya: Ragaku teronggok di sudut kos, rindu akan hingar bingar ibukota. Kasihanilah dia...

Roid: Ragaku tercabik-cabik oleh hingar bingar ibukota semenjak kemarin. Butuh waktu sejenak untuk menyembuhkannya. Biarlah aku senyap jauh dari kebisingan.

Saya: Kalau begitu aku akan membujuk Anak Tegal untuk merayumu. Kau akan luluh olehnya.

Roid: Jangan. Imanku gampang goyah. Apalagi gadis tegal itu sering mengiming-imingi dengan traktir.

Kemudian saya kirim sms kepada Anak Tegal, "jalan yuk, ajak roid juga.", dan setelah 30 menit tidak ada balasan

Saya: Anak Tegal itu tidak membalas smsku

Roid: Dia bingung mau balas apa. Katanya pengen sih. Gw lagi kuliah. Sial!

Saya: Dasar, bukannya bales sms gw malah ngadu ke elu. Emangnya dia pikir gw bakal naruh obat tidur ke dalam minumannya. 10 orang yang lebih sintal dari dia pun bisa gw dapatkan. Tips gw untuk menghadapi kuliah yang membosankan, selalu siapkan komik Sincan dalam tas. Tapi IP gw jeblok.

Tak ada balasan dari Roid. Ternyata saya salah kirim sms, malah terkirim ke Anak Tegal.

Jam 4 sore saya pergi berenang. Bukan untuk memamerkan otot-otot dada dan perut saya (yang tidak ada), ini lebih untuk melatih kebugaran jasmani dan menyegarkan pikiran. Tetapi tidak ada pemandangan yang menarik di kolam, kecuali kalau menurut Anda bapak-bapak gendut, gerombolan remaja kerempeng, dan belasan anak kecil terpekik-pekik adalah pemandangan menarik. Setelah satu jam bolak-balik berenang ujung ke ujung (yang panjang, bukan yang lebar), saya balik ke kosan.

Tiba-tiba sudah jam 10 malam. Ternyata saya ketiduran setelah capek berenang. Saya terbangun oleh dering handphone, dari Anak Tegal. "Kami mau karaoke sekarang, ayo jalan". Tapi saya terlalu capek, jadi saya tidur lagi. Sekian untuk hari ini.

Jumat, 10 Juli 2009

Tulisan Pertama

Hari ini jumat, saya dibangunkan dering weker jam 06.00, baru mandi jam 10. Pakai kemeja kuning dan celana hitam yang juga dipakai selasa kemarin dan belum dicuci, melangkahkan kaki menuju fotokopian terdekat. Outline skripsi rangkap tiga. Kemudian saya berjalan kaki menuju kampus. Melihat anak kecil bermain bola, dan bolanya mengenai wajah anak perempuan yang lebih kecil. Dia menangis keras, saya terus berjalan, antara menahan tawa dan kasian. Ke gedung sekretariat, mengumpulkan outline. Beres sudah.

Ke mesjid jam 12, harus duduk di tangga karena sudah penuh. Khatibnya lama sekali, suaranya terdengar sayup-sayup. Secara acak kata-kata yang dapat saya dengar adalah "mencontreng", "neraka", dan "kitab". Buatlah sebuah kalimat, jadinya "Mencontreng kitab di neraka". Setengah mati menahan kantuk. Untunglah ada beberapa hal yang menarik yang bisa di lihat. Orang-orang yang datangnya lebih telat dari saya, mereka harus berdiri setengah jam. Pegel ya? Kasian.