Senin, 22 Februari 2010

Selasa, 23/02/2010

Masih di bulan Januari di suatu Senin yang berangin sepoi-sepoi, saya mengendarai sepeda motor ke Medan Plaza. Motor ini saya pinjam dari sepupu. Koplingnya sedikit bermasalah sehingga tiap lampu merah atau jalanan macet maka mesinnya mati. Starternya juga rusak jadi harus menggunakan starter kaki untuk menghidupkannya. Akibatnya saya terlambat menemui Rita yang sudah setengah jam menunggu.

Kemudian saya membeli tiket Rumah Dara seharga Rp 30.000. Di dalam bioskop Rita selalu menutup matanya dan protes karena saya menjebaknya melihat film yang sangat sadis. Saya bilang itu hanyalah film dan setiap daging yang terkoyak dan darah yang tercecer adalah palsu. Malamnya Rita mengirim sms bahwa dia tak bisa tidur karena terngiang adegan Rumah Dara. Saya bilang jangan terlalu memikirkan film tersebut karena sebenarnya kehidupan nyata jauh lebih menyeramkan dan kejam dibanding Rumah Dara, misalnya kasus mutilasi yang dilakukan Babe terhadap anak jalanan.

Hari Selasa saya bangun jam 08.00 kemudian saya minum teh kemudian saya tidur lagi. Kemudian saya makan siang kemudian saya tidur lagi. Beginilah kehidupan sehari-hari saya sekarang ini. Kemudian saya merasa bosan dan mengambil kamera. Saya menjulurkan kamera ke samping dan mengambil foto saya sendiri untuk melengkapi koleksi foto di folder narsisme. Hasilnya saya pindahkan ke komputer dan setelah mengamati foto tersebut selama beberapa saat, saya merasa terhenyak. Foto ini menunjukkan suatu ilusi optik.


Dapat dilihat pada foto bahwa tangan kanan saya terlihat berotot sedangkan yang kiriterlihat kurus. Dengan bantuan Photoshop saya membagi foto tadi menjadi dua bagian.



Bagian sebelah kiri menunjukkan belahan badan seorang finalis L Men dan belahan yang kanan adalah belahan badan tukang becak. Seorang finalis L Men mempunyai masa depan yang cerah dan hidup berlimpah materi hanya dengan pekerjaan ringan (contoh: foto model, pemain sinetron, gigolo, dll) sedangkan tukang becak hidupnya penuh kerja keras menggenjot becak dari satu tempat ke tempat lain mengantarkan penumpang demi sesuap nasi. Renungan ini tak dapat dihindari lagi, saya harus membuat suatu resolusi penting dalam hidup. Finalis L Men di tangan kanan dan tukang becak di tangan kiri. Tanpa bermaksud merendahkan, saya tidak mau tukang becak, yang saya inginkan adalah menjadi Finalis L Men. Kemudian saya menyusun rencana latihan beban untuk memperoleh tubuh berotot yang saya idam-idamkan.

Keesokan paginya saya bangun jam 08.00 kemudian melakukan sit up dan push up masing-masing 40 kali. Hal ini tidak pernah saya lakukan sebelumnya tetapi hari ini adalah hari yang baru dan saya ingin menjadi manusia yang baru. Saya sebagai manusia yang baru ingin menguasai bahasa Perancis, jadi saya pergi ke Gramedia dan membeli beberapa beberapa buku pelajaran bahasa Perancis. Saya berharap suatu hari nanti bisa melanjutkan sekolah di Sorbonne (baca Serpong). Saya juga membeli beberapa buku persiapan TOEFL karena untuk mendapatkan beasiswa di luar negeri membutuhkan nilai TOEFL yang tinggi.


Di rumah saya membaca beberapa buku tadi, ternyata sulit sekali. Sampai saat ini bahasa Perancis yang saya ingat di luar kepala hanyalah "Je t'aime" dan "Putain de merde". Akhirnya saya menyerah dan melemparkan buku itu. Kemudian saya melupakan semua resolusi yang saya buat sebelumnya dan menyalakan komputer dan main game World at War sampai jam 02.00 malam. Kemudian saya tidur dan bangun siang.

7 komentar:

  1. hahahaha...hebat sekali resolusi anda, hebat pula anda sebegitu mudahnya buat membatalkannya...

    ehm, koq pilihannya cuman jd model L-men ma tukang becak sih? dengan lengan gede or kecil anda masih bisa jadi banci kaleng koq!!

    BalasHapus
  2. HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA ya rumput-rumput di padang, saya lupa kapan terakhir kali saya ketawa sekeras sekarang! Terimakasih buat Perez untuk komennya :)

    BalasHapus
  3. @ perez & arema: jangan bikin ketawa, bibir saya pecah2.

    BalasHapus
  4. euw. kamu nampak kumel sekali... berjenggot tak terawat dan pake kaos bir bintang 10 ribuan...

    BalasHapus
  5. Euy....lama gak kesalon, ih ih.

    BalasHapus
  6. Memang tidak perlu toefl kok kl cm mau sekolah di Serpong hihihihi

    BalasHapus
  7. @ siska & renotxa: kadang2 saya juga bisa tampil seperti kaum proletar seperti kalian
    @ tehan: kalau sekolah di serpong males juga, masih dekat2 bintaro. suasana baru dong teh.

    BalasHapus